Background: This study was conducted to measure depression literacy (D-Lit) and mental health literacy (MHL) and to investigate their relationship with psychological status and quality of life among Iranian patients with type 2 diabetes mellitus (T2DM). -/- Methods: This cross-sectional study was conducted in 2021 among 400 patients with T2DM in Iran. Samples were selected using proportional stratified sampling. Data collection tools comprised a demographic questionnaire, measures of MHL and D-Lit, the diabetes quality of life (DQOL) scale, and the DASS-21. (...) After confirming the normality of the data using the Kolmogorov-Smirnov test, parametric statistical tests (such as one-way ANOVA, independent samples t-test, and Chi-Square) were used to investigate the relationship between the variables using SPSS v22 software. The results of continuous quantitative data are reported in the form of means and standard deviations, and qualitative data are reported in the form of absolute and relative frequencies. -/- Results: In this study, 10.25% of the participants (n = 41) had severe depression, while 36.75% (n = 147) experienced severe anxiety. The mean (standard deviation) of MHL was 80.92 (9.16) from 130 points. Of the participants, only 1.7% (n = 7) did not answer any questions correctly on the D-lit scale, and only 5.8% (n = 23) were able to answer 15 questions or more correctly on the D-lit. MHL had a significant negative correlation with depression (r = −0.236), anxiety (r = −0.243), and stress (r = −0.155) (P < 0.001). There was a positive and significant correlation between MHL and D-Lit (r = 0.186) (P < 0.001). D-Lit had a significant negative correlation with depression (r = −0.192), anxiety (r = −0.238), and stress (r = −0.156) (P < 0.001). There was a positive and significant correlation between the ability to recognize disorders (r = 0.163), knowledge of self-treatment (r = 0.154), and DQOL (P < 0.001). Depression (r = −0.251), anxiety (r = −0.257), and stress (r = −0.203) had a significant negative correlation with DQOL (P < 0.001). -/- Conclusion: MHL and D-Lit levels were found to be inadequate in patients with T2DM. These low levels of MHL and D-Lit among patients with T2DM were associated with higher levels of anxiety, depression, and stress, as well as a lower quality of life. Therefore, designing and implementing preventive programs to improve the mental health of patients with T2DM can help prevent mental disorders and ultimately improve their quality of life. (shrink)

ABSTRACTIn a series of articles, Asbjørn Steglich-Petersen and Nick Zangwill argue that, since propositional attitude ascription judgements do not behave like normative judgements in being subject to a priori normative supervenience and the Because Constraint, PAs cannot be constitutively normative.1 I argue that, for a specific version of normativism, according to which PAs are normative commitments, these arguments fail. To this end, I argue that commitments and obligations should be distinguished. Then, I show that the intuitions allegedly governing all normative (...) judgements do not even purport to hold for commitment-attributing judgements.RÉSUMÉDans une série d'articles, Asbjørn Steglich-Petersen et Nick Zangwill font valoir que, puisque les jugements d'attribution d'attitude propositionnelle ne se comportent pas comme des jugements normatifs en étant soumis à la survenance normative a priori et à la contrainte du Parce que, les AP ne peuvent être constitutivement normatives. Je soutiens que, pour une version spécifique du normativisme, selon laquelle les AP sont des engagements normatifs, ces arguments échouent. À cette fin, je soutiens d'abord que les engagements et les obligations devraient être séparés. Ensuite, je démontre que les intuitions qui régiraient prétendument tous les jugements normatifs ne prétendent même pas s'appliquer aux jugements attributifs d'un engagement. (shrink)

In this paper, we propose a conceptual model to improve moral sensitivity in human resource development (HRD) to assist human resource (HR) practitioners in contending with moral challenges in HRD. The literature on the relationship between ethics and HRD suggests that the organizational and employee development discipline deals with ethical issues at three different levels: Individual, organizational and communal, and international levels. In section I, we elaborate on moral challenges facing HRD. In section II, we conceptualize moral sensitive HRD, proposing (...) a conceptual model in virtue of some essential ethical theories and concepts that assist HRD in grappling with those problems. We will show how each theory and concept can help HRD to deal with relevant problems. In section III, we elaborate on practical approaches to implement moral sensitivity in HRD. We put forward some strategies that help HRD bring those theories and concepts to bear on the ethical problems facing this discipline. Finally, we discuss moral education through learning theories to cultivate moral concepts and ethical dimensions in HRD education. (shrink)

The purpose of this study is to examine the statements of Ibn al-ʿArabî regarding religions and beliefs through the perspectives of William Chittick and Reza Shah-Kazemi comparatively. Even though his expressions are occasionally elaborated in the light of the theory of the religious pluralism based on Western-Christian thought, by considering the universal message of the Qur’ān Chittick and Shah-Kazemi identify these expressions with “universalism.” This universalist approach bases on the distinction between “ontological will” and “religious will,” and “submission” (...) which is the substance of the term “islam.” While Chittick and Shah-Kazemi agree on issues mostly, it is possible to see that in some sense they differ from each other in their departure points and results. From this perspective, it is going to be seen that Ibn al-ʿArabî’s expressions encompass both the divine religions and other religions which do not have a revelation. To examine Ibn al-ʿArabî’s expressions by taking into account the propositions of the religious pluralism will be helpful to comprehend his outlook on the Qur’ān and the Prophet Muhammad. (shrink)

Materialisme dan mekanisme memandang yang hidup tidak lebih dari benda. Penganut materialisme, melihat organisme hidup dipandang seperti mesin yang rumit. Bagian-bagiannya saling tergantung dan mempengaruhi. Sedangkan mekanisme melihat organisme hidup hanya berdasarkan hukum kimia-fisika. Segala sesuatunya cukup diterangkan melalui rumus-rumus yang rumit. Lawan dari dua paham itu adalah vitalisme. Menurut kaum vitalisme organisme hidup secara fundamental berbeda dari entitas non-hidup. Pada dasarnya diatur oleh prinsip-prinsip yang berbeda dari hal-hal yang mati. Ada dua kutub vitalisme: biologis dan spiritual. Artikel ini (...) akan mengungkap pemikiran filsuf Perancis Henri Bergson (1874–1948) tentang Elan vital untuk mengatasi hambatan materi dalam pembentukan tubuh makhluk hidup. Terutama ditekankannya vitalitas spiritual, yaitu kebebasan dan spontanitas, yang tidak dapat dikembalikan ke keadaan sebelumnya; mendobrak segala hukum kausalitas. Dinamika itu membawa manusia menuju penghayatan yang makin tinggi. (shrink)

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman kaum muda dalam pengelolaan sampah organik skala rumah tangga menjadi produk bernilai jual dan mengetahui determinan minat berwirausaha berbasis ekologi kaum muda daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) dalam mengimplementasikan tujuan pembangunan berkelanjutan. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana menumbuhkan minat berwirausaha kaum muda, kondisi sampah organik rumah tangga yang dibuang sia-sia, dan tingginya penggunaan pupuk kimia. Sasaran penelitian ini adalah kaum muda daerah 3T dengan latar belakang keluarga petani bukan sebagai wirausaha. (...) Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan rancangan project based learning. Obyek penelitian bersifat purposefully select dengan teknik pengumpulan data Focus Group Discussion (FGD), wawancara terbuka, observasi partisipatif dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan dengan cara reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Faktor yang menpengaruhi minat berwirausaha adalah faktor kepribadian, faktor sosiologis dan faktor lingkungan. Hasil penelitian menyatakan bahwa minat dan intensi kewirausahaan ditentukan oleh kebebasan, self-efficacy, dan lebih banyak manfaat jika kita hanya karyawan, kreativitas. Wirausaha berbasis ekologi memiliki potensi yang menarik untuk dikembangkan, namun dalam proses produksinya ada kecenderungan para pemuda ini untuk tidak sabar (budaya instan) dalam menjalankannya dan masih kurang pengetahuan tentang cara mengemas dan memasarkan produk mereka dengan baik. (shrink)

Ini adalah pendapat saya bahwa tabel intensionality (rasionalitas, kesadaran, pikiran, pikiran, bahasa, kepribadian dll) yang menonjol di sini menggambarkan lebih atau kurang akurat, atau setidaknya berfungsi sebagai heuristic untuk, bagaimana kita berpikir dan berperilaku, dan sehingga mencakup tidak hanya filsafat dan psikologi, tetapi segala sesuatu yang lain (sejarah, sastra, matematika, politik dll). Perhatikan terutama bahwa intensionalitas dan rasionalitas sebagai I (bersama dengan Searle, Wittgenstein dan lain-lain) melihatnya, mencakup baik sistem linguistik pertimbangan sadar 2 dan tidak disadari otomatis sistem prelinguistik 1 (...) tindakan atau refleks. Aku memberikan survei kritis dari beberapa temuan utama dari dua siswa yang paling terkemuka perilaku zaman modern, Ludwig Wittgenstein dan John Searle, pada struktur Logis intensionality (pikiran, bahasa, kesadaran, perilaku), mengambil sebagai titik awal saya adalah penemuan fundamental Wittgenstein-bahwa semua benar ' filosofis ' masalah adalah sama-kebingungan tentang bagaimana menggunakan bahasa dalam konteks tertentu, dan sehingga semua solusi yang sama-melihat bagaimana bahasa dapat digunakan dalam konteks di masalah sehingga kondisi kebenarannya (kondisi kepuasan atau cos) yang jelas. Masalah dasar adalah bahwa seseorang dapat mengatakan apa-apa kecuali satu tidak bisa berarti (negara yang jelas cos untuk) sembarang ucapan dan makna yang hanya mungkin dalam konteks yang sangat spesifik. Saya menganalisis berbagai tulisan oleh dan tentang mereka dari perspektif modern dari dua sistem pemikiran (Dipopulerkan sebagai ' berpikir cepat, berpikir lambat '), mempekerjakan sebuah meja baru intensionality dan baru sistem ganda nomenklatur. Saya menunjukkan bahwa ini adalah heuristic kuat untuk menggambarkan perilaku. Dengan demikian, Semua perilaku yang erat terhubung jika salah satu mengambil sudut pandang yang benar. The fenomenologis Illusion (terlupakan untuk sistem otomatis kami 1) adalah universal dan meluas tidak hanya di seluruh filsafat tetapi sepanjang hidup. Saya yakin bahwa Chomsky, Obama, Zuckerberg dan Paus akan menjadi tidak percaya jika diberitahu bahwa mereka menderita masalah yang sama seperti Hegel, Husserl dan Heidegger, (atau bahwa mereka hanya berbeda dalam derajat dari obat dan pecandu seks dalam menjadi termotivasi oleh stimulasi dari Coral frontal mereka dengan pengiriman dopamin (dan lebih dari 100 bahan kimia lainnya) melalui tegmentum ventral dan inti accumbens), tapi itu jelas benar. Sementara fenomenolog hanya menyia-nyiakan banyak waktu orang, mereka membuang-buang bumi dan masa depan keturunan mereka. (shrink)

Ini adalah pendapat saya bahwa tabel intensionality (rasionalitas, kesadaran, pikiran, pikiran, bahasa, kepribadian dll) yang menonjol di sini menggambarkan lebih atau kurang akurat, atau setidaknya berfungsi sebagai heuristic untuk, bagaimana kita berpikir dan berperilaku, dan sehingga mencakup tidak hanya filsafat dan psikologi, tetapi segala sesuatu yang lain (sejarah, sastra, matematika, politik dll). Perhatikan terutama bahwa intensionalitas dan rasionalitas sebagai I (bersama dengan Searle, Wittgenstein dan lain-lain) melihatnya, mencakup baik sistem linguistik pertimbangan sadar 2 dan tidak disadari otomatis sistem prelinguistik 1 (...) tindakan atau refleks. Aku memberikan survei kritis dari beberapa temuan utama dari dua siswa yang paling terkemuka perilaku zaman modern, Ludwig Wittgenstein dan John Searle, pada struktur Logis intensionality (pikiran, bahasa, kesadaran, perilaku), mengambil sebagai titik awal saya adalah penemuan fundamental Wittgenstein-bahwa semua benar ' filosofis ' masalah adalah sama-kebingungan tentang bagaimana menggunakan bahasa dalam konteks tertentu, dan sehingga semua solusi yang sama-melihat bagaimana bahasa dapat digunakan dalam konteks di masalah sehingga kondisi kebenarannya (kondisi kepuasan atau cos) yang jelas. Masalah dasar adalah bahwa seseorang dapat mengatakan apa-apa kecuali satu tidak bisa berarti (negara yang jelas cos untuk) sembarang ucapan dan makna yang hanya mungkin dalam konteks yang sangat spesifik. Saya menganalisis berbagai tulisan oleh dan tentang mereka dari perspektif modern dari dua sistem pemikiran (Dipopulerkan sebagai ' berpikir cepat, berpikir lambat '), mempekerjakan sebuah meja baru intensionality dan baru sistem ganda nomenklatur. Saya menunjukkan bahwa ini adalah heuristic kuat untuk menggambarkan perilaku. Dengan demikian, Semua perilaku yang erat terhubung jika salah satu mengambil sudut pandang yang benar. The fenomenologis Illusion (terlupakan untuk sistem otomatis kami 1) adalah universal dan meluas tidak hanya di seluruh filsafat tetapi sepanjang hidup. Saya yakin bahwa Chomsky, Obama, Zuckerberg dan Paus akan menjadi tidak percaya jika diberitahu bahwa mereka menderita masalah yang sama seperti Hegel, Husserl dan Heidegger, (atau bahwa mereka hanya berbeda dalam derajat dari obat dan pecandu seks dalam menjadi termotivasi oleh stimulasi dari Coral frontal mereka dengan pengiriman dopamin (dan lebih dari 100 bahan kimia lainnya) melalui tegmentum ventral dan inti accumbens), tapi itu jelas benar. Sementara fenomenolog hanya menyia-nyiakan banyak waktu orang, mereka membuang-buang bumi dan masa depan keturunan mereka. (shrink)